Kontak Kami: (+6221) 344 9335
Mitigasi Risiko atas Korupsi Peradilan Indonesia Ditulis oleh Dwi Hananta, S.H., M.H., Ph.D

Judul             : Mitigasi Risiko atas Korupsi Peradilan Indonesia

Penulis          : Dwi Hananta, S.H., M.H., Ph.D

Jabatan         : Wakil Ketua Pengadilan Negeri Kelas I B Boyolali

Maksud dan Tujuan Penulisan:

Tulisan ini disusun dalam peringatan 25 tahun reformasi peradilan Indonesia dan memperingati HUT Mahkamah Agung ke-78 tanggal 19 Agustus 2023. Berangkat dari keprihatinan Penulis terhadap judicial corruption di Indonesia, tulisan ini berusaha mengidentifikasi faktor-faktor penghambat penguatan integritas hakim dan aparatur peradilan di Indonesia, antara lain dengan menggunakan panduan dalam Implementation Guide and Evaluative Framework for Article 11, United Nation Office on Drugs and Crime (UNODC) dan Resource Guide on Strengthening Judicial Integrtity dan Capacity UNODC, untuk kemudian merumuskan beberapa upaya yang dapat dilakukan dalam mitigasi risiko atas korupsi peradilan di Indonesia.

Rekomendasi:

Tulisan ini mengidentifikasi beberapa faktor yang menjadi pengambat pembangunan integritas aparatur peradilan. Atas dasar identifikasi tersebut tulisan ini mengusulkan beberapa rekomendasi sebagai berikut:

  1. penguatan organisasi Badan Pengawasan MA berupa restrukturisasi kedudukan Badan Pengawasan MA langsung di bawah pimpinan Mahkamah Agung, reviu tugas dan posisi inspektur wilayah Badan Pengawasan dalam tempat kedudukan yang mendekati wilayah masing-masing serta penataan kembali pembagian wilayah pengawasan, dan penguatan fungsi pengadilan tingkat banding sebagai voorpost melalui monitoring dan evaluasi terhadap pelaksanaan fungsi peradilan yang telah terotomatisasi serta diferensiasi pengawasan yang lebih difokuskan pada pemastian berjalannya fungsi pengawasan atasan langsung serta kepatuhan terhadap peraturan disiplin dan kode etik serta pedoman perilaku.
  2. pengembangan pola mutasi dan promosi hakim dengan mempertimbangkan ide tentang sistem mutasi regional yang didukung dengan ide strategis lainnya seperti pengklasifikasian ulang pengadilan dan pemberlakuan hak partisipatif dalam proses mutasi, serta asesmen secara periodik terhadap posisi tertentu yang mendapat pengecualian masa tugas.
  3. pengikisan beban perkara melalui pemberlakuan mekanisme pemeriksaan pendahuluan (pretrial procedures) dalam perkara perdata maupun perdata agama, pembatasan upaya hukum kasasi dan peninjauan kembali dengan merumuskan batasan kewenangan kasasi dalam menilai berat-ringannya pemidanaan dan masalah PK karena alasan kekhilafan hakim atau kekeliruan yang nyata, serta penggeseran beban perkara dari MA ke pengadilan tingkat banding dalam sistem peradilan 2 tingkat pemeriksaan untuk perkara-perkara tertentu yang menjadikan pengadilan tingkat banding sebagai pengadilan tingkat terakhir, yang diikuti dengan  penguatan sistem dan fungsi pengawasan serta peningkatan kapasitas berikut pemberian penghasilan yang sepadan, antara lain dengan pemberian tunjangan risiko/tunjangan penyelesaian perkara bagi hakim khusus.
  4. rasionalisasi beban kerja agar hakim dapat lebih berkonsentrasi secara efektif pada pelaksanaan tugas-tugas yudisial, dengan dukungan dari petugas pengadilan lainnya yang juga diikuti dengan penguatan integritas dan profesionalitas.

    Baca Selengkapnya.

Unduh Lampiran